Pagi ini cuaca mendung namun semangat anak-anak beserta para guru di kelas 4, 5, dan 6 untuk melaksanakan upacara bendera tetap membara (seperti api aja ya, hehehe….). Sementara anak-anak beserta para guru di kelas 1, 2, dan 3 menunaikan ibadah shalat sunnah Dhuha di masjid Al-Ikhlas. Namun saat saya memasuki kelas 1C, ada 2 anak yang tengah diam di kelas. Yang pertama Nabil. Ia hanya berdiam diri dengan duduk diatas kursi dan menangis sendu. Rasa penasaran saya datang begitu saja padanya. Logikanya tidak mungkin ia menangis tanpa sebab.
Saya pun menanyakan kepadanya kenapa menangis? Lalu ia pun menjawab kalau sandal yang biasa dipakainya tak ada di rak sandal yang biasa ia dan teman-temannya simpan. Saya pun punya ide agar ia tetap bergabung dengan teman-teman lainnya untuk menunaikan ibadah shalat sunnah Dhuha di masjid Al-Ikhlas bersama teman-temannya. Tetap saja ia bersikukuh kalau ia tak kan pernah melangkahkan kakinya tanpa sandalnya. Seiring berjalannya waktu, ia tetap dengan perndiriannya dan memilih untuk duduk manis di kelas tanpa mau melakukan apapun saat itu.
Sementara Alif, anak keuturunan indo, sunda-amerika ini memiliki kebiasaan yang berbeda. Beda dengan Nabil, ia cenderung susah di ajak ke masjid dan meilih bermain-main di kelas. Segala cara unutk mengajaknya ke masjid saya lakukan dan sepertinya belum berhasil saat itu. Saya pun tidak tahu hal apa yang mebuatnya susah untuk di ajak ke masjid. Dan ketika dipaksa pun untuk ikut, ia semakin tidak mau. Kebiasaannya mengajak ngobrol dan sarapan pagi dengan bekal yang dibawanya dari rumah selalu menjadi alasan untuk tidak melakukan pekerjaan sekolahnya meski waktunya sudah dimulai. Dan sampailah saatnya teman-teman mereka datang dari masjid dan ke-2 anak itu bergabung. Nabil segera mencari sandalnya dan Alif menemui teman untuk bermainnya dan biasanya Malik yang jadi teman dekatnya. Semoga cerita ke-2 anak ini bermanfaat untuk pembaca.
@Fahmi Awaludin
fahmibogor
Sekolah Punya Cerita 